Sabtu, 23 April 2016

HUKUM PERJANJIAN

Perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.Pengertian ini mengundang kritik dari banyak ahli hukum, karena menimbulkan penafsiran bahwa perjanjian tersebut yang bersifat sepihak, padahal dalam perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal balik dikedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Untuk itu secara sederhana perjanjian dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling mengikatkan diri satu sama lain.
     Menurut Pasal 1320 KUHPerdata perjanjian harus memenuhi 4 syarat agar dapat memiliki kekuatan hukum dan mengikat para pihak yang membuatnya. Hal tersebut adalah:
1.      Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan. Apabila perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
2.      Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Pada saat penyusunan kontrak, para pihak khususnya manusia secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Di dalam KUH Perdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka  yang berada dibawah pengampunan.
3.      Mengenai suatu hal tertentu
Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas, dan tegas. Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan ada, sehingga tidak mengira-ngira.
4.      Suatu sebab yang halal
Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam akta perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi, dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan dapat dijalankan.
Asas-asas perjanjian
    Asas-asas perjanjian diatur dalam KUHPerdata, yang sedikitnya terdapat 5 asas yang perlu mendapat perhatian dalam membuat perjanjian: asas kebebasan berkontrak (freedom of contract), asas konsensualisme (concsensualism), asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good faith) dan asas kepribadian (personality).
1.    Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)
Setiap orang dapat secara bebas membuat perjanjian selama memenuhi syarat sahnya perjanjian dan tidak melanggar hukum, kesusilaan, serta ketertiban umum. Menurut Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” “Semua perjanjian…” berarti perjanjian apapun, diantara siapapun. Tapi kebebasan itu tetap ada batasnya, yaitu selama kebebasan itu tetap berada di dalam batas-batas persyaratannya, serta tidak melanggar hukum (undang-undang), kesusilaan (pornografi, pornoaksi) dan ketertiban umum (misalnya perjanjian membuat provokasi kerusuhan).
2.    Asas Kepastian Hukum (Pacta Sunt Servanda)
Jika terjadi sengketa dalam pelaksanaan perjanjian, misalnya salah satu pihak ingkar janji (wanprestasi), maka hakim dengan keputusannya dapat memaksa agar pihak yang melanggar itu melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai perjanjian – bahkan hakim dapat memerintahkan pihak yang lain membayar ganti rugi. Putusan pengadilan itu merupakan jaminan bahwa hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian memiliki kepastian hukum – secara pasti memiliki perlindungan hukum.
3.    Asas Konsensualisme (concensualism)
Asas konsensualisme berarti kesepakatan (consensus), yaitu pada dasarnya perjanjian sudah lahir sejak detik tercapainya kata sepakat. Perjanjian telah mengikat begitu kata sepakat dinyatakan dan diucapkan, sehingga sebenarnya tidak perlu lagi formalitas tertentu. Pengecualian terhadap prinsip ini adalah dalam hal undang-undang memberikan syarat formalitas tertentu terhadap suatu perjanjian, misalkan syarat harus tertulis – contoh, jual beli tanah merupakan kesepakatan yang harus dibuat secara tertulis dengan akta otentik Notaris.
4.    Asas Itikad Baik (good faith/tegoeder trouw)
Itikad baik berarti keadaan batin para pihak dalam membuat dan melaksanakan perjanjian harus jujur, terbuka, dan saling percaya. Keadaan batin para pihak itu tidak boleh dicemari oleh maksud-maksud untuk melakukan tipu daya atau menutup-nutupi keadaan sebenarnya.
5.    Asas Kepribadian (personality)
Asas kepribadian berarti isi perjanjian hanya mengikat para pihak secara personal – tidak mengikat pihak-pihak lain yang tidak memberikan kesepakatannya. Seseorang hanya dapat mewakili dirinya sendiri dan tidak dapat mewakili orang lain dalam membuat perjanjian. Perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya.
Berakhirnya perjanjian
1.      Sesuai dengan ketentuan perjanjian itu sendiri
2.      Atas persetujuan kemudian yang dituangkan dalam perjanjiantersendiri.
3.     Akibat peristiwa-peristiwa tertentu yaitu tidak dilaksanakannya perjanjian, perubahan kendaraan yang bersifat mendasar pada negara anggota, timbulnya norma hukum internasional yang baru, perang.

Kesimpulan
Dari apa yang di terangkan diatas dapat kita lihat bahwa perikatan adalah suatu pengertian abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang kongkrit atau suatu peristiwa. Perikatan yang lahir dari perjanjian memang di kehendaki oleh dua orang pihak yang membuat suatu perjanjian yang mereka buat merupakan undang-undang bagi mereka untuk dilaksanakan.

Referensi :
http://www.scribd.com/doc/13273745/HUKUM-PERJANJIAN
http://0wi3.wordpress.com/2010/04/20/hukum-perjanjian/
http://legalakses.com/category/artikel/hukum-perjanjian-artikel/

Jumat, 15 April 2016

HUKUM PERIKATAN


Hukum perikatan
Perkataan “perikatan” (verbintenis) mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan “perjanjian”, sebab dalam perikatan diatur juga perihal hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu persetujuan atau perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari perbuatan yang melanggar hukum (onrechtmatigedaad) dan perihal perkataan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lainyang tidak berdasarkan persetujuan(zaakwaarneming).
Adapun yang dimaksud dengan “perikatan” ialah: suatu hubungan hukum(mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang , yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya., sedangkan orang yang lainnya di wajibkan memenuhi tuntutan itu. Pihak yang berhak menuntut dinamakan pihak berpiutang atau “kreditur”, sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak berhutang atau “debitur”. Adapun barang sesuatu yang dapat dituntut dinamakan “prestasi”, yang menurut undang-undang dapat berupa:
1.      Menyerahkan suatu barang
2.      Melakukan suatu perbuatan
3.      Tidak melakukan suatu perbuatan.

Dasar hukum perikatan
DASAR HUKUM PERIKATAN
Sumber-sumber hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum.
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
2. Perikatan yang timbul dari undang-undang
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum ( onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )
Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :
1. Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
2. Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
3. Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.

Asas-asas dalam hukum perikatan
Di dalam hukum perjanjian dikenal lima asas penting yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas kepastian hukum (pacta sun servanda), asas iktikad baik, dan asas kepribadian.
Asas kebebasan berkontrak
Dalam Pasal 1338 ayat 1 BW menegaskan “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada pihak untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentukan isi perjanjian/ pelaksanaan dan persyaratannya, menentukan bentuknya perjanjian yaitu tertulis atau lisan.
Asas kebebasan berkontrak merupakan sifat atau ciri khas dari Buku III BW, yang hanya mengatur para pihak, sehingga para pihak dapat saja mengenyampingkannya, kecuali terhadap pasal-pasal tertentu yang sifatnya memaksa.
Asas konsensualisme
Asas konsensualisme dapat disimpulkan melalui Pasal 1320 ayat 1 BW. Bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kesepakatan kedua belah pihak. Dengan adanya kesepakatan oleh para pihak, jelas melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa kontrak tersebut telah bersifat obligatoir yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi kontrak tersebut.
Asas pacta sunt servanda
Asas pacta sunt servanda atau disebut juga sebagai asas kepastian hukum, berkaitan dengan akibat perjanjian. Asaspacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang, mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
Asas pacta sunt servanda didasarkan pada Pasal 1338 ayat 1 BW yang menegaskan “perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.”
Asas iktikad baik (geode trouw)
Ketentuan tentang asas iktikad baik diatur dalam  Pasal 1338 ayat 3 BW yang menegaskan “perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.”
Asas iktikad baik merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak Kreditur dan Debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak.
Asas iktikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni iktikad baik nisbi dan iktikad baik mutlak. Iktikad baik nisbi adalah orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Sedangkan iktikad mutlak, penilaiannya terletak pada akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.
Asas kepribadian
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seorang yang akan melakukan kontrak hanya untuk kepentingan perorangan. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1315 dan Pasal 1340 BW.
Pasal 1315 menegaskan “pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingan dirinya sendiri.”
Pasal 1340 menegaskan “perjanjian hanya berlaku antara para pihak yang membuatnya.”
Jika dibandingkan kedua pasal tersebut, maka dalam Pasal 1317 BW mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 BW untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya, atau orang-orang yang memperoleh hak dari padanya.
Di samping kelima asas di atas, di dalam lokakarya Hukum perikatan yang diselenggarakan oleh Badan Pembina hukum nasional, Departemen Kehakiman (17 s/d 19 Desember 1985) asas dalam hukum perjanjian terbagi atas; asas kepercayaan, asas persamaan hukum, asas keseimbangan, asas kepastian hukum, asas moral, asas kepatutan, asas kebiasaan, dan asas perlindungan.
Hapusnya perikatan
Pasal 1381 KUH perdata menentukan beberapa penyebab hapusnya perikatan, yaitu:
1.      Pembayaran
2.      Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
3.      Pembaharuan utang
4.      Perjumpaan utang atau kompensasi
5.      Percampuran utang
6.      Pembebasan utangnya
7.      Musanahnya barang yang terutang
8.      Kebatalan atau pembatalan
9.      Berlakunya suatu syarat batal, yang diatur dalam bab ke satu KUH perdata
10.  Lewatnya waktu

Sabtu, 26 Maret 2016

HUKUM PERADATA YANG BERLAKU DI INDONESIA



A . PENDAHULUAN
Semua tindakan yang dilakukan oleh manusia yang selalu terikat oleh hukum. Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuannya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya.
Dalam hukum acara kita mengenal hal-hal yang kemungkinan terjadi dalam persidangan seperti gugatan digugurkan (Pasal 124 HIR, 148 RBg), walau kelihatannya Pengadilan terlalu kejam kepada Penggugat, tetapi itu aturannya untuk menjaga hak orang lain in casu Tergugat yang hadir memenuhi panggilan, begitu juga tidak hadirnya Tergugat diputus “verstek” (Pasal 125 HIR, 149 RBg) untuk menjaga hak Penggugat dikala Tergugat ingkar menghadiri persidangan, demikian juga pencabutan gugatan oleh pihak Penggugat (Pasal 271-272 Rv) diatur dengan tegas, akan tetapi mengenai pembatalan perkara karena kekurangan/habis biaya perkara, tidak diatur dalam Hukum Acara Perdata
B . TEORI DAN ISI
  •  Hukum Perdata Yang Berlaku di Indonesia
Hukum perdata yang berlaku di Indonesia berdasarkan pasal 163 IS (Indische Staatsregeling) yang artinya aturan Pemerintah Hindia belanda, adalah berlainan untuk golongan warga Indonesia yaitu :
a) Untuk golongan warga negara Indonesia asli berlaku hukum adat, yaitu hukum yang sejak dulu kala secara turun menurun.
b) Untuk golongan warga Indonesia keturunan cina berlaku seluruh BW dengan penambahan mengenai pengangkatan anak dan kongsi (S.1917 No. 129).
c) Untuk golongan warga negara Indonesia keturunan Arab, India, Pakistan, dan lain-lain berlaku sebagaimana BW yaitu mengenai hukum harta kekayaan dan hukum waris tanpa wasiat berlaku hukum adatnya sendiri, yaitu hukum adat mereka yang tumbuh di Indonesia.
d) Untuk golongan warga negara Indonesia keturunan Eropa (Belanda, Jerman, Perancis), dan Jepang seluruh BW.
Berlaku artinya diterima untuk dilaksanakan berlakunya hukum perdata untuk dilaksanakan.. adapun dasar berlakunya hukum perdata adalah ketentuan undang – undang, perjanjian yang dibuat oleh pihak, dan keputusan hakim. Realisasi keberlakuan adalah pelaksanaan kewajiban hukum yaitu melaksanakan perintah dan menjauhi larangan yang ditetapkan oleh hukum. Kewajiban selalu di imbangi dengan hak.
  • Sejarah Singkat Hukum Perdata yang Berlaku di Indonesia

     Sejarah membuktikan bahwa Hukum Perdata yang saat ini berlaku di Indonesia, tidak
lepas dan' Sejarah Hukum Perdata Eropa.
     Bermula di benua Eropa, terutama di Eropa Kontinental berlaku Hukum Perdata Romawi,
disamping adanya Hukum tertulis dan Hukum kebiasaan setempat. Diterimanya Hukum
Perdata Romawi pada waktu itu sebagai hukum asli dari negara-negara di Eropa. oleh karena
keadaan hukum di Eropa kacau-balau, dimana tiap-tiap daerah selain mempunyai peraturan-
peraturan sendiri, juga peraturan setiap daerah itu berbeda-beda.
     Oleh karena adanya perbedaan ini jelas bahwa tidak ada suatu kepastian hukum. Akibat
ketidak puasan, sehingga orang mencari jalan kearah adanya kepastian hukum, kesatuan
hukum dan keseragaman hukum.
Pada tahun 1804 atas prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum Perdata dalam satu
kumpulan peraturan yang bernama ”Code Civil des Francois" yang juga dapat disebut ”Code
Napoleon”, karena Code Civil des Francais ini merupakan sebagian dari Code
Napoleon.
     Sebagai petunjuk penyusunan Code Civil ini dipergunakan karangan dari beberapa ahli
hukum antara lain Dumoulin, Domat dan Pothies, disamping itu juga dipergunakan Hukum
Bumi Putra Lama, Hukum Jemonia dan Hukum Cononiek.
     Dan mengenai peraturan-peraturan hukum yang belum ada di Jaman Romawi antara lain
masalah wessel, assuransi, badan-badan hukum. Akhirnya pada jaman Autklarung (Jaman
baru sekitar abad pertengahan) akhirnya dimuat pada kitab Undang-Undang tersendiri dengan
nama ”Code de Commerce".
     Sejalan dengan adanya penjajahan oleh bangsa Belanda (1809-181 1), maka Raja Lodewijk
Napoleon Menetapkan : ”Wetboek Napoleon Ingerighr Voor het Koninklijk Holland” yang
isinya mirip dengan ”Code Civil des F rancais atau Code Napoleon” untuk dijadikan sumber
Hukum Perdata di Beranda (Nederland).
     Setelah berakhirnya penjajahan dan dinyatakan Nederland disatukan dengan Prancis
pada tahun 1811, Code Civil des Francais atau Code Napoleon ini tetap berlaku di Belanda
(Nederland).
     Oleh karena perkembangan zaman, dan setelah beberapa tahun kemerdekaan Belanda
(Nederland) dari Perancis ini, bangsa Belanda mulai memikirkan dan mengerjakan kodefikasi
dari Hukum Perdatanya. Dan tepatnya 5 Juli 1830 kodefikasi ini selesai dengan terbentuknya
BW (Burgerlijk Wetboek) dan WVK (Wetboek van koophandle) ini adalah produk Nasional-
Nederland namun isi dan bentuknya sebagian besar sama dengan Code Civil des Francais
dan Code de Commerce.
     Dan pada tahun 1948, kedua Undang-Undang produk Nasional-Nederland ini diberlakukan
di Indonesia berdasarkan azas koncordantie (azas Politik Hukum).
     Sampai sekarang kita kenal dengan nama KUH Sipil (KUHP) untuk BW (Burgerlijk
Wetboek). Sedangkan KUH Dagang untuk WVK (Wetboek van koophandle).
  • Pengertian & Keadaan Hukum Di Indonesia Sistematika Hukum Perdata Di Indonesia
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan anatara perorangan didalam masyarakat. Perkataan hukum perdata dalam artian yang luas meliputi semua hukum privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana.
Kondisi hukum perdata di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka. Penyebab dari keanekaragaman ini ada 2 faktor yaitu :
  1. Faktor etnis disebabkan keanekaragaman hukum adat bangsa Indonesia, karena negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
  2. Faktor hysteria yuridis yang dapat kita lihat pada pasal 163 I.S yang membagi penduduk Indonesia dala 3 golongan yaitu : golongan eropa, golongan bumi putera dan golongan timur asing
Pedoman politik bagi pemerintahan hindia belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131,I.S yang sebelumnya terdapat pada pasal 75 RR yang pokok-pokoknya sebagai berikut:
  1. Hukum perdata dan dagang diletakan dalam kitab undang-undang yaitu kodifikasi.
  2.  Untuk golongan bangsa Eropa harus dianut perundangan-undangan yang berlaku dinegeri belanda.
  3. Untuk golongan bangsa Indonesia Asia dan Timur Asing jika ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka mengkhendakinya, dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku untuk mereka.
  4.  Orang Indonesia asli dan orang Timur asing, sepanjang mereka belum ditudukan dibawah suatu peraturan bersama dengan bangsa Eropa, diperbolehkan menundukan diri pada hukum yang berlaku untuk bangsa Eropa.
  5. Sebelumnya untuk bangsa Indonesia ditulis didalam undang-undang maka bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.
Apabila dilihat dari sistematika, hukum perdata di Indonesia mengenal 2 sistematika :
1. Sistematika hukum perdata menurut undang – undang yaitu hubungan perdata sebagaimana termuat dalam kitab Undang – undang hukum perdata yang terdiri :
  • Buku I : tentang orang yang mengatur hukum perseorangan dan hukum keluarga (pasal 1 s/d 498)
  • Buku II : Tentang benda yang mengatur hukum benda dan hukum waris (pasal 499 s/d 1232)
  • Buku III : Tentang perikatan yang mengatur hukum perikatan dan hukum perjanjian (pasal 1233 s/d 1864)
  • Buku IV : Tentang pembuktian dan kadaluwarsa yang mengatur alat – alat bukti dan akibat lewat waktu terhadap hubungan hukum diatur (pasal 1805 s/d 1993)
2. Menurut ilmu pengetahuan hukum, sistematika hukum perdata material terdiri :
  • Hukum tentang orang/hukum perorangan/badan pribadi : mengatur tentang manusia sebagai subyek hukum, mengatur tentang perihal kecakapan untuk bertindak sendiri atau hukum perorangan mengatur tentang hal – hal diri seseorang.
  • Hukum tentang keluarga /hukum keluarga : mengatur tentang manusia sebagai subyek hukum,mengatur tentang perihal kecakapan untuk bertindak sendiri atau hukum keluarga mengatur tentang hukum yang timbul di perkawinan.
  •  Hukum tentang harta kekayaan / hukum harta benda : mengatur perihal hubungan – hubungan hukum yang dapat diukur dengan uang. Hak mutlak yang memberi kekuasaan atau suatu benda yaa.
  • Hukum Waris(erfrecht) : memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang benda atau harta kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia,dengan perkataan lain:hukum yang mengatur peralihan benda dari orang yang meninggal dunia kepada orang yang masih hidup.
C . ANALISIS

Hukum perdata indonesia  merupakan hukum perdata milik  bangsa indonesia yang berinduk pada Kitab Undang –Undang Hukum Perdata (KUHPdt) atau Burgerlijk Wetboek (BW).  Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.

REFERENSI :
Neltje F. Katuuk, 1994, Diktat Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis, Universitas Gunadarma, Jakarta. http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aspek_hukum_perdata_dan_hukum_dagang/1_hukum_perdata.pdf.

SUBYEK DAN OBYEK HUKUM



A . LATAR BELAKANG
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak dalam hukum.
Sedangkan Objek Hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Objek hukum berupa benda atau barang ataupun hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis.

B . TEORI DAN ISI
SUBJEK HUKUM
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan kewajiban. Dan yang berhak memperoleh kewajiban dan hak hanyalah manusia. Jadi, manusia adalah subjek hukum.
  
Jenis Subyek Hukum

Subyek hukum terdiri dari dua jenis yaitu
  1. manusia biasa dan
  2. badan hukum.
a.  Manusia Biasa

Manusia biasa (natuurlijke persoon) manusia sebagai subyek hukum telah mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum yang berlaku dalam hal itu menurut pasal 1 KUH Perdata menyatakan bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak tergantung pada hak kewarganegaraan.
Setiap manusia pribadi (natuurlijke persoon) sesuai dengan hukum dianggap cakap bertindak sebagai subyek hukum kecuali dalam Undang-Undang dinyatakan tidak cakap seperti halnya dalam hukum telah dibedakan dari segi perbuatan-perbuatan  hukum adalah sebagai berikut :
  1. Cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang dewasa menurut hukum (telah berusia 21 tahun dan berakal sehat).
  2. Tidak cakap melakukan perbuatan hukum berdasarkan pasal 1330 KUH perdata tentang orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian   adalah :
  3. Orang-orang yang belum dewasa (belum mencapai usia 21 tahun).
  4. Orang ditaruh dibawah pengampuan (curatele) yang terjadi karena   gangguan jiwa pemabuk atau pemboros.
  5. Orang wanita dalm perkawinan yang berstatus sebagai istri.
  1. Badan Hukum
Badan hukum (rechts persoon) merupakan badan-badan perkumpulan yakni orang-orang (persoon) yang diciptakan oleh hukum.
Badan hukum sebagai subyek hukum dapat bertindak hukum (melakukan perbuatan hukum) seperti manusia dengan demikian, badan hukum sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa dapat melalukan sebagai pembawa hak manusia seperti dapat melakukan persetujuan-persetujuan dan memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya, oleh karena itu badan hukum dapat bertindak dengan perantara pengurus-pengurusnya.

Misalnya suatu perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hukum dengan cara :
  1. Didirikan dengan akta notaris.
  2. Didaftarkan di kantor Panitera Pengadilan Negara setempat.
  3. Dimintakan pengesahan Anggaran Dasar (AD) kepada Menteri Kehakiman dan HAM, sedangkan khusus untuk badan hukum dana pensiun pengesahan anggaran dasarnya dilakukan Menteri Keuangan.
  4. Diumumkan dalam berita Negara RepublikIndonesia.
Badan hukum dibedakan dalam 2 bentuk yaitu :
  1. Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon)
Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan publik untuk yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya.
Dengan demikian badan hukum publik merupakan badan hukum negara yang dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional oleh eksekutif (Pemerintah) atau badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu, seperti Negara Republik Indonesia, Pemerintah Daerah tingkat I dan II, Bank Indonesia dan Perusahaan Negara.
  1. Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon)
Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan banyak orang di dalam badan hukum itu.
Dengan demikian badan hukum privat merupakan badan hukum swasta yang didirikan orang untuk tujuan tertentu yakni keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain menurut hukum yang berlaku secara sah misalnya perseroan terbatas, koperasi, yayasan, badan amal.

 Manusia Biasa

Manusia biasa (natuurlijke persoon) manusia sebagai subyek hukum telah mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum yang berlaku dalam hal itu menurut pasal 1 KUH Perdata menyatakan bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak tergantung pada hak kewarganegaraan.
Setiap manusia pribadi (natuurlijke persoon) sesuai dengan hukum dianggap cakap bertindak sebagai subyek hukum kecuali dalam Undang-Undang dinyatakan tidak cakap seperti halnya dalam hukum telah dibedakan dari segi perbuatan-perbuatan  hukum adalah sebagai berikut :
  1. Cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang dewasa menurut hukum (telah berusia 21 tahun dan berakal sehat).
  2. Tidak cakap melakukan perbuatan hukum berdasarkan pasal 1330 KUH perdata tentang orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah :
a.  Orang-orang yang belum dewasa (belum mencapai usia 21 tahun).
b.  Orang ditaruh dibawah pengampuan (curatele) yang terjadi karena   gangguan jiwa pemabuk atau pemboros.
c.  Orang wanita dalm perkawinan yang berstatus sebagai istri.

  Badan Hukum
Badan hukum (rechts persoon) merupakan badan-badan perkumpulan yakni orang-orang (persoon) yang diciptakan oleh hukum.
Badan hukum sebagai subyek hukum dapat bertindak hukum (melakukan perbuatan hukum) seperti manusia dengan demikian, badan hukum sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa dapat melalukan sebagai pembawa hak manusia seperti dapat melakukan persetujuan-persetujuan dan memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya, oleh karena itu badan hukum dapat bertindak dengan perantara pengurus-pengurusnya.

Misalnya suatu perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hukum dengan cara :
  1. Didirikan dengan akta notaris.
  2. Didaftarkan di kantor Panitera Pengadilan Negara setempat.
  3. Dimintakan pengesahan Anggaran Dasar (AD) kepada Menteri Kehakiman dan HAM, sedangkan khusus untuk badan hukum dana pensiun pengesahan anggaran dasarnya dilakukan Menteri Keuangan.
  4. Diumumkan dalam berita Negara RepublikIndonesia.
ΓΌ  Badan hukum dibedakan dalam 2 bentuk yaitu :
  1. Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon). Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan publik untuk yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya. Dengan demikian badan hukum publik merupakan badan hukum negara yang dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional oleh eksekutif (Pemerintah) atau badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu, seperti Negara Republik Indonesia, Pemerintah Daerah tingkat I dan II, Bank Indonesia dan Perusahaan Negara.
  2. Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon). Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan banyak orang di dalam badan hukum itu.  Dengan demikian badan hukum privat merupakan badan hukum swasta yang didirikan orang untuk tujuan tertentu yakni keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain menurut hukum yang berlaku secara sah misalnya perseroan terbatas, koperasi, yayasan, badan amal.
 Hak dapat timbul pada subjek hukum disebabkn oleh beberapa hal berikut:
a)    Adanya subjek hukum baru, baik orang maupun badan hukum,
b)    Terjadi perjanjian yang disepakati oleh para pihak yang melakukan perjanjian,
c)    Terjadi kerugian yang diderita oleh seseorang akibat kesalahan atau kelalaian orang lain,
d)    karena seseorang telah melakukan kewajiban yang merupakan syarat memperoleh hak,
e)     Terjadinya daluarsa.


OBJEK HUKUM
  • segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum dan yang menjadi objek hukum adalah hak, karena dapat di kuasai oleh subjek hukum.
  • Obyek hukum menurut pasal 499 KUH Perdata, yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik.
 Jenis Obyek Hukum
Berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan).
  1. Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)
Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah / berwujud, meliputi :
  1. Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan.
Dibedakan menjadi sebagai berikut :
  • Benda bergerak karena sifatnya, menurut pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang dapat dipindahkan, misalnya meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri contohnya ternak.
  • Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak memungut hasil (Uruchtgebruik) atas benda-benda bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda bergerak, dan saham-saham perseroan terbatas.
  1. Benda tidak bergerak
Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
  • Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan patung.
  • Benda tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik. Mesin senebar benda bergerak, tetapi yang oleh pemakainya dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak yang merupakan benda pokok.
  • Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.
Dengan demikian, membedakan benda bergerak dan tidak bergerak ini penting, artinya karena berhubungan dengan 4 hal yakni :
  1. Pemilikan (Bezit)
Pemilikan (Bezit) yakni dalam hal benda bergerak berlaku azas yang tercantum dalam pasal 1977 KUH Perdata, yaitu berzitter dari barang bergerak adalah pemilik (eigenaar) dari barang tersebut. Sedangkan untuk barang tidak bergerak tidak demikian halnya.
  1. Penyerahan (Levering)
Penyerahan (Levering) yakni terhadap benda bergerak dapat dilakukan penyerahan secara nyata (hand by hand) atau dari tangan ke tangan, sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan balik nama.
  1. Daluwarsa (Verjaring)
Daluwarsa (Verjaring) yakni untuk benda-benda bergerak tidak mengenal daluwarsa, sebab bezit di sini sama dengan pemilikan (eigendom) atas benda bergerak tersebut sedangkan untuk benda-benda tidak bergerak mengenal adanya daluwarsa.
  1. Pembebanan (Bezwaring)
Pembebanan (Bezwaring) yakni tehadap benda bergerak dilakukan pand (gadai, fidusia) sedangkan untuk benda tidak bergerak dengan hipotik adalah hak tanggungan untuk tanah serta benda-benda selain tanah digunakan fidusia.
  1. Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen)
Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten, dan ciptaan musik / lagu.
C . ANALISIS
Subjek dan objek hukum ini saling terkait , karena objek hukum merupakan segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum, sedangkan subjek hukum adalah orang pembawa hak dan kewajiban atau setiap mahkluk yang berwenang untuk memiliki, memperoleh dan menggunakan hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum.

Sumber:
  1. http://www.scribd.com/doc/48692253/SUBYEK-OBYEK-HUKUM-DAN-PERBUATANNYA
  2. Budi Ruhiatun, SH., M.Hum.2009 Pengantar Ilmu Hukum,Teras,Yogyakarta.
  3. R. Soeroeo, SH.1996 Pengantar Ilmu Hukum,Sinar Grafika,Jakarta
  4. http://belajarhukumindonesia.blogspot.com/2010/03/perbuatan-hukum.html
  5. http://www.pendekarhukum.com/ilmu-hukum/26-pengertian-subjek-hukum-objek-hukum-dan-akibat
  6. http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/subjek-dan-objek-hukum-19/